Pada suatu masa,
dicetaklah 2 lembar mata uang dari Peruri (Perusahaan Uang Republik Indonesia).
Uang itu diberi nama Rp100.000,00 berwarna merah, maka ia dipanggil merah.
Sedangkan yang satunya lagi diberi nama Rp1.000,00 dan berwarna biru, maka ia
dipanggil biru. Mereka berdua dicetak pada waktu yang sama, dengan menggunakan
alat yang sama dan juga bahan yang sama. Keluar dari percetakan bentuk mereka
hampir sama masih baru, mulus, dan bersih. Kemudian mereka pun berpisah.
Suatu ketika di
dalam sebuah dompet mereka bertemu. Sudah lama sekali mereka tak bertemu.
Meskipun sudah berubah bentuk, mereka masih tetap saling mengenal. Merekapun
bercakap,
“Wahai kawanku
merah, kenapa dirimu begitu bersih, bahkan masih tampak seperti dulu ketika
baru dicetak?”, kata biru.
“Iya biru, aku
jarang sekali dikeluarkan dalam dompet atau sekalipun dikeluarkan, tempat yang
aku kunjungi adalah tempat yang mewah, restoran mewah, tempat rekreasi keluarga,
bank dan juga ATM. Bahkan orang yang memegangku pun orang kaya ganteng dan
cantik-cantik”, jawab merah dengan nada agak sombong menceritakan kehidupannya
yang serba mewah, ia pun bertanya balik kepada biru, “Lalu kenapa dirimu
menjadi lusuh dan usang seperti itu?”
Biru menjawab, “Wah,
nyaman sekali hidupmu merah, selalu berada di dalam dompet atau disimpan rapi
di bank. Aku tak semujur dirimu, aku hampir tak pernah masuk ke dalam dompet.
Bahkan sering hanya dilipat-lipat dan ditaruh di saku. Aku tak pernah
mengunjungi tempat-tempat yang sering kau kunjungi. Aku sering berkeliaran di
pasar, toilet umum, perempatan jalan, dan juga sangat sering berpindah tangan
dari tukang sayur hingga pengemis.”
“Sungguh menyedihkan
sekali hidupmu biru, tak seperti kehidupanku.” kata merah.
“Hidupku memang
susah, tapi aku menikmati dan mensyukurinya. Masih ada satu lagi tempat yang
sering aku kunjungi yaitu kotak Infaq (sedekah), apakah kau sering
mengunjunginya?” tanya biru.
“Tempat apa itu?
Aku belum pernah mendengarnya apalagi mengunjunginya.” merah balik bertanya.
“Kotak sedekah,
kotak itu berada di tempat ibadah.” jawab biru,” Aku merasa tenang dan nyaman
jika mengunjungi tempat itu, karena aku merasa sangat dihargai jika aku masuk
kesana.”
Merahpun hanya
terdiam dan malu terhadap biru karena dirinya tak pernah mengunjungi kotak
sedekah.
Demikianlah
percakapan yang terjadi di dalam sebuah dompet antara merah dan biru ketika
mereka bertemu. Lalu hikmah apa yang dapat kita ambil dari cerita itu?
“Hargailah uang
yang kita miliki, jangan boros dan senang menghambur-hamburkan uang, kita
memang harus gemar menabung, tapi jangan lupa untuk bersedekah karena sedekah
itu merupakan tabungan untuk kehidupan kita setelah kehidupan di dunia. Selain
itu kita juga jangan merasa tinggi hati memiliki uang yang banyak apalagi
terhadap orang-orang yang tidak mampu, kita harus hidup rukun sesama manusia
tanpa membeda-bedakan yang kaya maupun yang miskin, yang rupawan maupun yang
jelek. Layaknya kedua uang tersebut, meskipun bentuknya bagus dan lusuh mereka
tetap berteman.”